Kamis, 24 September 2009

NAHJUL BALAGHAH

KESABARAN NABI MUSA

Dalam Khutbah ke-159, Imam Ali menceritakan kepribadian Nabi Musa as. Beliau mengatakan, “Apabila kalian menghendaki,sebagai contoh kedua, saya akan menceritakan kepada kalian mengenai Musa Kalimullah (orang yang diajak bicara langsung oleh Allah), ketika beliau berkata,”Ya Tuhanku! Sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang engkau turunkan kepadaku.’(AL-Qashash-24). Demi Allah, ia hanya meminta kepada-Nya roti untuk disantap. Ia telah terbiasamakan tetumbuhan bumi sehingga hijau dedaunan dapat dilihat dari kulit halus perutnya, karena tipisnya daging yang membalutnya.”

Dalam riwayat lainnya disebutkan, “Padasuatu hari, Nabi Musa mengatakan kepada Allah,’Wahai Tuhanku, aku merasa lapar.’ Allah menjawab,Aku mengetahui rasa laparmu.’NabiMusa Berkata, ‘Berikanlaha aku makanan dari sisi-Mu.”

Diantara firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Musa berbunyi: “Wahai Musa, orang miskin adalah orang yang tidak mempunyai sesembahan seperti Aku. Orang sakit adalah orang yang tidak mempunyai dokter seperti Aku. Dan orang asing adalah orang yang tidak mempunyai penghiburseperti aku. Wahai Musa, senanglah dengan roti kering yang yang telah aku berikan kepada Anda.

Ketika dunia menghampiri Anda, katanlah,’Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun (sesunggguhnya kita milik Allah dan hanya kepada-Nya kita akan kembali).’ Ketika dunia berhias untuk menggoda Anda, maka katankanlah,”Selamat bagi orang-orang yang berbuat kebajikan”. Wahai Musa, Janganlah merasa heran dengan (Harta kekayaan) yang telah Allah berikan kepada Fir’aun. Ia akan mendapatkan kesusahan melalui kehidupan dunianya

NAHJUL BALAGHAH

Sirah

Hasan menuturkan :

Setelah Rasulullah S.A.W & Abu Bakar ra pergi meninggalkan goa, setiap orang yang bertemu dengan keduanya dan mengenalkan Abu Bakar selalu bertanya," Siapa yang bersamamu ini, hai Abu Bakar?". Adapun Abu Bakar selalu menjawab," Dia adalah penunjuk jalanku."

Sungguh Abu Bakar berkata benar.

Rabu, 23 September 2009

FIRAQ

FIRAQ


Bagaikan kata-kata Rumi dalam puisi Matsnawi;

“Murgh i bagh I malakutan, nayam az alam I khak……”
Aku adalah seekor burung dari taman surga Allah,
aku bukanlah termasuk dunia berdebu
Selama satu dua hari mereka telah mengunciku,
Di dalam sangkar tubuhku
Aku tidak datang sendirian ke sini,
Bagaimanakah aku akan kembali sendiriian?
Ia yang membawaku harus membawaku kembali ke negeriku sendiri

Burung bulbul yang dipenjara memanggil jiwa
Tidak memiliki kekuatan sendiri untuk membuka sangkar itu.
Pada hari itu, akhirnya urusan berkumpul kembali ini pun dilakukan
Burung ini pun terbang keluar sangkarnya,
Jiwaku, telah mendengar Sang Raja memanggil, Kembalilah! (irja’i)
Dalam suatu penerbangan besar, akan kembali ke tangan Sang Raja.

Engkau harus tahu siapa pun yang mendengar panggilan Alllah
Mengesampingkan semua urusan dunia ini.
Siapa pun yang harus menghadap Allah pada ketinggian.
Diterima dalam pertemuan di Sana, menyerahkan karyanya
Di bawah dan menyerahkan karyanya dibawah sini.

(RUMI)

Senin, 21 September 2009

Jumat, 18 September 2009

SUNSET

WASTE WATER

WASTE WATER


‘’ What is a sludge digestion tank ?’

Today, let's try to answer this question in detail!

A sludge digestion tank is a R.C.C. tank of cylindrical shape with
a hopper bottom and is covered with a fixed or floating type of
roof. The latter makes the operation much more effective. The
weight of the cover is supported by sludge, and the liquid forced
between the tank wall and the side of the cover provides a good
seal. The raw sludge is pumped into the tank where it is seeded
with digested sludge.

On undergoing anaerobic digestion, gases of decomposition (chiefly
methane and carbon dioxide) are given out. The gas rises out of the
digesting sludge, moves along the ceiling of the cover and collects
in the gas dome. The cover can float on the surface of the sludge
between the landing brackets and the overflow pipe. Rollers around
the circumference of the cover keep it from binding against the
tank wall.

The digested sludge, which settles down to the bottom of the tank
is removed under hydrostatic pressure periodically, say, once a
week. To maintain optimum temperature, the tank is generally
provided with heating coils through which hot water is circulated.

The supernatant liquor i.e., the part of the tank content lying
between the scum and the sludge is withdrawn at the optimum level
through a number of withdrawal points located at different
elevations of the tank. As it is high in BOD and suspended matter
contents, it is sent back to the incoming raw sewage for undergoing
re-treatment. The scum formed at the surface gets broken up by the
recirculating flow or through mechanical rackers called
scum-breakers.

The amount of sludge gas produced varies from 0.014 to 0.028 cubic
m per capita with 0.017 cubic m being quite common. The gas
produced contains 65 per cent of methane with a calorific value
5400 - 5850 kcal. cubic m , 30 per cent of carbon dioxide and
balance 5 per cent of nitrogen and other inert gases. It resembles
natural gas and may be used as a fuel for cooking. Principal uses
however, are for driving gas engines, and for heating sludge to
promote quick digestion.

With this background on sludge digestion tanks, you will be able to
manage any sludge digestion tanks with ease. In the next
newsletter, we will see the different methods of sludge disposal.

For more:...
http://www.all-about-wastewater-treatment.com/inst1.html

"Everything you really need to know about
Wastewater treatment, in one place!"

From the Desk of Richard Runion and Team

Richard Runion
The Water Patriot
6423, Woodbine Court,
St. Louis, Missouri,
63109, USA
http://www.all-about-wastewater-treatment.com/inst1.html

*****************************************************
This email is never sent unsolicited.

You subscribed with the following details.

Full Name: mugee pineung
Email Address: gamsziel@gmail.com
IP: 125.162.43.91
Date Subscribed: July 30, 2009

Kamis, 17 September 2009

Jual ke petronas ajalah...

Ganja itu sebuah anugerah atau musibah?
________________________________________

Dari batang dan akarnya dapat diperoleh serat yang kuat, daunnya dapat digunakan untuk membuat obat, sementara dari bunga dan bijinya dapat diperoleh bahan bakar minyak (BBM)


Ada pertanyaan besar yang sering membuat kita bingung dan penasaran; mengapa ganja itu dilarang padahal sangat subur tumbuh di Aceh. Ganja itu sebuah anugerah atau musibah?. Apa sebenarnya kandungan dari ganja itu? Apa ada manfaatnya? Apakah ada negara lain yang melegalkan ganja?. Darimana asal muasal ganja?

Secara historis ganja pertama kali ditemukan di Cina pada tahun 2737 SM. Masyarakat Cina telah mengenal ganja sejak zaman batu. Mereka menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, sebagai bahan pakaian, obat-obatan, dan terapi penyembuhan seperti penyakit rematik, sakit perut, beri-beri hingga malaria. Cannabis juga digunakan untuk minyak lampu dan bahkan untuk upacara keagamaan. Secara esensial ganja sendiri yang pasti adalah tumbuhan liar biasa layaknya rumput yang tumbuh dimana saja. Hanya saja, ganja tidak sembarang tumbuh di tanah. Ganja memerlukan kultur tanah yang berbeda dan cuaca wilayah yang mendukung.. Sebutan lain ganja adalah mariyuana, yang berasal dari bahasa Portugis yaitu Mariguango yang berarti barang yang memabukkan. Untuk bahasa ilmiahnya disebut Cannabis. Istilah ganja dipopulerkan oleh kaum Rastafari, kaum penganut sekte Rasta di Jamaika yang berakar dari Yahudi dan Mesir.

Seiring dengan perkembangan dunia medis dan industri, negara-negara maju mulai mempertimbangkan untuk menjadikan serat ganja sebagai bahan minyak bakar karena prosesnya yang mudah dan aman dari kebakaran (mungkin cocok sebagai substitusi tanaman jarak sebagai sumber energi di Indonesia). Karena kandungan minyaknya yang aman dan lain dari minyak olahan biasa seperti minyak kelapa sawit. Selain minyak, serat tanaman yang disebut juga hemp ini sangat bagus, keunggulan seratnya dapat mengalahkan serat kapas. Dari tanaman ini, bisa diproduksi bahan tekstil, kertas, lapisan rem dan kopling hingga untuk tali. Amerika Serikat pada Perang Dunia II sempat menggunakan serat tanaman hemp ini untuk tali kapal bagi para tentaranya, khususnya pada armada laut. Dari sisi medis.

komposisi kimia yang terkandung dalam ganja adalah Cannibanol, Cannabidinol atau THC yang terdiri dari Delta -9- THC dan Delta -8- THC
Delta -9- THC sendiri mempunyai efek mempengaruhi pola pikir otak manusia melalui cara melihat sesuatu, mendengar, dan mempengaruhi suasana hati pemakainya. Selain Delta -9- THC, ada 61 unsur kimia lagi yang sejenis dan lebih 400 bahan kimia lainnya yang beracun.

Delta -9- THC diyakini para ilmuwan medis mampu mengobati berbagai penyakit, seperti daun dan biji, untuk membantu penyembuhan penyakit tumor dan kanker. Akar dan batangnya bisa dibuat menjadi jamu yang mampu menyembuhkan penyakit kejang perut (kram), disentri, anthrax, asma, keracunan darah, batuk, diare, luka bakar, bronchitis, dan lain-lain. Dalam dunia kedokteran, bahan kimia pada ganja mempunyai sifat-sifat yang membantu penyembuhan penyakit dalam tubuh, seperti tonic (penguat), analgesic, stomachic dan antispasmodic (penghilang rasa sakit), sedative dan anodyne (penenang), serta intoxicant (racun keras).

Di Inggris terdapat sebuah lembaga Marijuana Center, lembaga yang melakukan penelitian tanaman ini secara medis dan farmasi. Hasilnya, mariyuana tetap diandalkan dan menjadi obat yang ampuh. Seperti pasien yang lumpuh, ketika menjalani terapi dengan mariyuana bisa sembuh, dapat berjalan kembali layaknya orang normal, tidak impoten, dan mempunyai daya ingat yang tinggi. Di Kanada, pihak pemerintah berencana melegalisasikan ganja dan bentuk obat-obatan dan kebutuhan farmasi lainnya. Pemerintah Kanada mulai mengijinkan pembelian ganja dengan resep dokter di apotek-apotek lokal. Satu ons dijual sekitar $113 dan ganja dikirim melalui kurir ke pasien atau dokter mereka. Telah banyak pasien yang melaporkan bahwa ganja mengurangi rasa mual pada penderita AIDS dan penyakit lainnya. Hal ini yang mendukung pemerintah untuk semakin memantapkan pelegalisasian ganja.

dalam beberapa dekade terakhir, banyak peneliti di dunia yang telah mengembangkan penelitian tentang pengolahan ganja menjadi bahan bakar. Ayhan Demirbas, pakar energi dari Turki, dalam bukunya, Green Energy and Technology-Biofuels : Securing the Planet’s Future Energy Needs, memasukkan ganja ke dalam daftar oil species for biofuel production. Ia mengungkapkan bahwa senyawa organik yang terkandung di dalam tanaman ganja dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel.
Peneliti lain, Claus Brodersen, Klaus Drescher dan Kevin McNamara, dalam bukunya Economics of Sustainable Energy in Agriculture mengungkapkan bahwa ganja merupakan salah satu tanaman penghasil biomass energy. Kemudian Michael Starks, dalam bukunya Marijuana Chemistry: Genetics, Processing and Potency, menerangkan dengan jelas senyawa organik yang terkandung dalam setiap bagian tanaman ganja. Salah satu bagian tanaman ganja yang berpotensi menghasilkan minyak adalah batang tanamannya.

Apa itu hemp, cannabis, marijuana dan ganja

Hemp adalah salah satu genus dari Cannabis sativa, tergolong ke dalam keluarga Cannabaceae. Nama itu diberikan kepada lusinan spesies yang mewakili sedikitnya 22 genus. Tanaman ini pada umumnya merupakan tanaman serat.Hemp merupakan penghasil utama serat dan atau biji minyak, dan memiliki kandungan THC yang rendah. THC adalah bahan kimia ilegal yang paling populer di dunia, dan merupakan zat rekreasional peringkat keempat setelah kopi, alkohol, dan nikotin.

Hemp merupakan sumber serat tekstil tertua yang sisanya sampai sekarang masih ada, yaitu kain hempen yang berusia 6.000 tahun dan kain canvas (berasal dari kata cannabis). Sebagian besar hemp penghasil biji minyak di Eropa adalah tanaman yang bermanfaat ganda, yaitu hemp yang menghasilkan serat dan yang menghasilkan biji minyak.

Walaupun secara fisik tampaknya sama dengan jenis-jenis cannabis penghasil narkotik, hemp mempunyai kandungan bahan adiktif yang rendah. Hemp memang termasuk jenis cannabis, tetapi tanaman ini bukan narkotik. Industri besar hemp berusaha keras menunjukkan, bahwa hemp bukan mariyuana, demikian juga sebaliknya.

Cannabis merupakan nama botani yang dipakai untuk semua tanaman dari keluarga Cannabaceae. Tahun 1976, Small dan Cronquist memisahkan cannabis menjadi dua subspesies:

* Cannabis subspesies sativa, yaitu Cannabis sativa dengan kandungan THC kurang dari 0,3%. Hanya satu dari genus ini yang mempunyai kandungan THC yang cukup tinggi (antara 1- 10 %) dan disebut dengan Cannabis sativa L. Ini adalah nama generik yang digunakan secara luas untuk jenis cannabis, dan ramuan untuk hiburan (rekreasi) yang dibuat dari padanya.

* Cannabis subspesies Indica lamarck dari India. Merupakan tumbuhan narkotik dengan kandungan THC di atas 0,3%. Jenis ini sama sekali bukan tumbuhan penghasil serat.

Sebagai tanaman multiguna, kulit batang Cannabis sativa kaya akan serat berkualitas yang baik untuk bahan tekstil, temali dan kain layar kapal; kayunya untuk bahan pulp, bahan kertas berkualitas tinggi untuk kertas rokok dan uang kertas, minyak bijinya untuk minyak sayur, bahan kosmetik dan ramuan perawatan badan; bijinya, sebagai bahan makanan, dan makanan hewan peliharaan; getahnya mengandung bahan psikoaktif untuk rekreasi. Dengan demikian jelas, bahwa hemp dan cannabis sebenarnya merujuk kepada jenis tumbuhan yang sama, yang pertama (hemp) lebih banyak merujuk kepada penghasil serat dan biji minyak, sedangkan yang kedua (cannabis) cenderung merujuk kepada tanaman penghasil narkotik.

Mengingat beberapa hal, kedekatan geografis wilayah Provinsi NAD dengan India (tempat asal Cannabis indica lamarck), posisi wilayah Provinsi NAD di daerah tropis, besarnya minat menanam ganja di wilayah Provinsi NAD, dan memperhatikan secara fisik ciri-ciri tanaman ganja di wilayah Provinsi NAD yaitu, berdaun lebat, tidak begitu tinggi, dan berbunga jarang, maka dapat dipastikan, bahwa tanaman ganja yang banyak ditemukan di wilayah Provinsi NAD, adalah Cannabis indica penghasil narkoba, dan bukan hemp penghasil serat dan minyak biji.

Mariyuana, nama yang dipakai di negara Meksiko untuk tumbuhan Cannabis sativa beserta ramuan narkotik yang dibuat dari padanya (merujuk kepada Cannabis sativa penghasil narkotik). Mariyuana yang beredar di pasar gelap mempunyai kandungan THC antara 5% sampai 10% (dengan tingkat tertinggi 25% yang pernah dilaporkan). Mariyuana merupakan jenis tanaman yang paling luas ditanam dan paling banyak diperdagangkan secara ilegal di seluruh dunia.

Sedangkan ganja adalah sebutan umum di Indonesia dan Malaysia pada khususnya, serta Asia Tenggara dan Asia Selatan pada umumnya. Istilah ini mengacu pada jenis tumbuhan Cannabis sativa L penghasil narkoba ataupun ramuan narkoba yang dibuat darinya. Ganja kering biasanya terdiri atas daun dan ranting yang dikeringkan ditambah bijinya. Tiga jenis narkotik yang dihasilkan dari ganja jenis Cannabis sativaL, adalah: hashish (bhang), daun dan pucuk tumbuhan betina yang tidak berbunga, dan charas, yaitu getah mentah ganja. Pengobatan modern menggunakan cannabis jenis ini untuk mengobati glaukoma dan mengurangi rasa sakit pada pasien kanker ketika menjalani proses kemoterapi.

Dengan demikian, hemp, cannabis, mariyuana, dan ganja, sebenarnya merujuk kepada spesies tumbuhan yang sama. Jadi, cannabis, mariyuana dan ganja cenderung merujuk kepada penghasil narkoba dan atau produk narkoba yang dibuat dari bahan tersebut, sedangkan hemp merujuk kepada spesies tumbuhan penghasil serat dan biji minyak.

* THC = Tetrahydrocannabinol

no comment.....for now.!!

menara pendingin

Hi mugee!

”Today, we will see all about a microbiological wastewater treatment
plant”

The biological process of wastewater is a secondary treatment
involving the components of removing, stabilizing and rendering
harmless very fine suspended matter, colloids and dissolved solids
of the sewage, that come from the sedimentation tank, where most of
the matter in suspension has been removed. In some cases, effluent
from sedimentation tank may be good enough for disposal if the
dilution is great. However, in most cases, oxidation of the organic
putrescible matter is necessary.

**Principle of action**

The primary principle of action on which the biological process is
based is the availability of a large sewage surface fed by the
oxygen from air, where certain type of bacteria, the aerobics, live
and use that oxygen to oxidize putrescible matter in the sewage to
stable and inoffensive sulfates, nitrates and other compounds.

The sewage filtration, which is the vehicle used for process, can
at best cause only the coarser particles of suspended matter to be
removed by mechanical straining. This action is only minor and of a
secondary nature. The major action takes place at the surface,
where the aerobic bacteria oxidizes the finer organic particles of
sewage abounding large surface areas, forming a bacterial film. is
formed. The film adsorbs more of the finer matter which is then
worked upon by the organisms present after which it is released as
a coagulated suspended matter, rather heavy and capable of settling
readily.

It should be noted that this bacterial film also contains, in
addition to the aerobic bacteria, other organisms as protozoa,
algae, besides certain species of worms. But their action is
somewhat uncertain and the biological action is considered to be
mainly due to the aerobic bacteria.

**Microbiology of wastewater treatment**

Most wastewaters have putrifying (rotting in due course) organic
matter. Biological wastewater treatment systems are to covert the
organic matter into easily manageable end products, such as carbon
dioxide, methane and humus, which can be utilized or disposed off
without affecting the environment. The microorganisms use the
organic matter as food to provide energy and carbon for cellular
synthesis.

Industrial fermentation uses aseptic techniques to maintain pure
cultures and the environment is controlled. Biological wastewater
treatment systems are only partially controlled. The wastewater
(substrate or food) characteristics may change from time to time,
there are changes in temperature and there is always a
heterogeneous inoculum of microorganisms from soil and air. This
results in a variety of microorganisms participating in the
reaction. The fittest survive and dominate the population. When the
compounds in wastewater are metabolized, intermediate compounds
serve as food for other microorganisms.

The population of individual microorganisms and the community
structure also changes from time to time reflecting the changes in
environmental conditions. It is possible to zero in on groups of
microorganisms participating in the process, based on their overall
biochemical reactions.

Today, we will continue from where we left on the microbiological
wastewater treatment plant. I will compare the construction, uses,
merits and demerits of different components of the microbiological
wastewater treatment plant with reference to each other.

**Intermittent sand filters**

The treatment involved in the case of intermittent sand filters
applies the sewage, that has already undergone preliminary
treatment, onto the filter beds of sand at regular intervals. By
this, air can enter the interstices of the bed between the dose of
sewage to supply the required aerobic bacteria.

**Construction**

The filter consists of a layer of clean, sharp sand, with an
effective size 0.2 - 0.5 mm and of uniformly coefficient 2 - 5, 75
to 105 cm deep having underdrains, surrounded by gravel to carry
off the effluent. The sewage is applied by means of a dosing tank
and siphon; it then flows into troughs laid on the filter bed. The
troughs have side openings, which allow the sewage to flow on the
sand. To prevent any displacement of sand, blocks may also be used
underneath the sewage streams. After an interval of 24 hours,
sewage is now applied over a second bed while the first bed rests.
Usually, three to four beds may thus be working in rotation. During
the resting period, the dried sludge accumulating on the sand
surface is the resting period; the dried sludge accumulating on the
sand surface is scraped off. The organic loading of the filter bed
is not heavy, only 0.825 to 1.1 million liters per hectare per day.

**Uses**

It is found that the effluent from an intermittent sand filter is
usually better in quality than that resulting from any other type
of treatment and can even be disposed off without dilution.
However, because of the large land area required, filters of this
type are now seldom constructed in cities. They are primarily
suited for institutions, hospitals and other small installations.

**Contact beds**

In this type, the sewage applied on the contact material is allowed
to stand undisturbed for some time before, being emptied and an
interval is allowed before recharging the bed. During the 'contact
period', when the filter is standing full, the fine suspended
particles of sewage are deposited on the contact material and
worked over by the anaerobic organisms. During the 'empty period'
that follows next, the deposited matter is oxidized by the aerobic
bacteria. It is then washed off the contact material and carried
out with the effluent on the next emptying of the tank.

**Construction**

A contact bed is a watertight tank with masonry walls and very much
similar in construction to an intermittent sand-filter. The contact
material is made of broken stone called ballast and of 2.5 - 7.5 cm
gauge. The tank is filled with the sewage over a period of an hour;
allowed to stand full over a period of two hours, then emptied
through underdrains. This process takes another hour. The tank is
now left empty ffor 3 to 4 hours before admitting the next charge.
(Thus with a total working period in a shift of 8 hours, the
contact bed can be worked in three shifts daily). The organic
loading in this case is about the same i.e., 1.1 million liters per
hectare per day.

**Uses**

The contact beds method is now only of historical interest and not
commonly used. This is mainly because of the loss of efficiency
brought about by the exclusion of air when the tank is standing
full. For an efficient biological action, it is imperative That the
aeration should be through the mass of sewage. It has therefore,
been superseded by more efficient biological methods, as in the
case of trickling filters and activated sludge plants.

However, the contact beds have some merit when compared to the
trickling filters as:

A.Lesser operating head required
B.Freedom from filter (psychoda) flies
C.Lesser nuisance due to odor

**Activated sludge**

When wastewater is aerated sufficiently, its organic matter reduces
and a flocculant sludge (consisting of various microorganisms) is
formed. In order to improve the process, the flocculant activated
sludge is retained in the system as inoculum. This is achieved by
settling the wastewater and recirculating the microbial mass. A
part of this sludge is wasted periodically as synthesis of new
cells continues. The organisms involved are aerobic
chemoheterotrophic, i.e., those which utilize organic compounds as
source for carbon (for cellular synthesis) and energy (by using
oxygen as electron acceptor).


1.Phase i: initially, the macromolecules are hydrolyzed or broken
down into their monomer compounds. These reactions are usually
carried out extracellularly. Once their size is reduced they are
transported into the cell.
2.Phase ii: later, the small molecules produced in phase i are
partially degraded, releasing 1/3rd of their total energy to the
cell. In the process a number of different products are formed
which serve as precursors of both anabolic and catabolic routes of
phase iii.
3.Phase iii: the catabolic route oxidizes the compounds and produces
carbon dioxide and energy. The anabolic route (which requires
energy) results in synthesis of new cellular material. Many
microorganisms participate in the above reactions. Both the lower
and higher protists have significant roles to play. Generally, the
organisms in activated sludge culture may be divided into four
major classes (these are not distinct groups and any particular
organism may display more than one such behavior):

i. Floc-forming organisms: these help to separate the microbial
sludge
from the treated wastewater. Zooglea ramigera and a variety of
other organisms flocculate. Flocculation is understood to be caused
by the extracellular polyelectrolytes excreted by these
microorganisms. Saprophytes: the saprophytes are micro-organisms
that degrade the organic matter. These are mostly gram-negative
bacilli such as pseudomonas, flavobacterium, alcaligenes and the
floc formers.

ii. Predators: the main predators are protozoa which thrive on
bacteria. It has been found that the protozoa can be upto 5% of the
mass of biological solids in the systems. Ciliates are usually the
dominant protozoa. They are either attached to or crawl over the
surface of sludge flocs. Rotifers are the secondary predators. When
rotifers occur in plenty, we can be sure of a well stabilized
waste, since rotifiers perish in highly polluted waters.

iii. Nuisance organisms: nuisance organisms interfere with the
smooth
functioning of the system, when present in large quantities. Most
problems arise due to sludge settling (due to presence of
filamentous forms which reduce the specific gravity of the sludge).
The bacterium sphaerotilus natans and the fungus geotrichium are
often responsible for this situation.

**Trickling filter**

Trickling filters have biomass growth attached to a solid surface
over which the wastewater flows in thin sheets, supplying nutrients
to the microbial community. The biochemical reactions are similar
to those in an activated sludge, which have a rich mixture of:

Eucaryotic Procaryotic organisms

Trickling filters contain these and also higher life forms like:
Nematodes Rotifers Snails Sludge worms Insect larvae Filter flies
(psychoda)

The complex food chain prevailing in this allows complete oxidation
of organic matter and lower quantity of surplus organisms (sludge).
The microbial film grows in thickness, due to increased hydraulic
shearing and development of an anaerobic layer next to the solid
medium. The anaerobic reactions solubilize the anchoring
microorganism. Algae can also flourish on the upper surface.
However, they do not play significant role in waste stabilization.

Also called percolating filters, the trickling filters are similar
to contact beds in construction, but allow constant aeration and
the action is continuous. The name is a misnomer since the
biological unit neither filters nor it trickles. The main function
of a trickling filter is to remove unstable, organic materials in
the form of dissolved and finely-divided organic solids and to
oxidize these solids biologically to form more stable materials.
The biological process involved in the filter is due to the growth
of a microbial film on the surface of the filter medium. The film
is made up of zoogleal slime, viscous jelly-like substance
containing bacteria and other biota. Under favorable environmental
conditions, the slime adsorbs and utilizes suspended, colloidal and
dissolved organic matter from the sewage. Although classified as an
aerobic treatment device, the microbial film is aerobic to a small
depth of 0.1 - 0.2 mm. While at the bottom, a larger depth is
anaerobic. When the sewage is flowing over the film, the soluble
organic matter is rapidly metabolized with the colloidal organics
adsorbed onto the surface. As the biota die, they are discharged
from the filter with more or less partly decomposed organic matter.
This sloughing off of material may occur periodically as in a
standard rate filter or continuously as in a high rate filter.

The essential features necessary to the process are:

1. Sufficient surface area must be provided for biologicalgrowth.
2. Free oxygen must be available at the surface to replenish the
dissolved oxygen extracted from the liquidlayer.
3. Sewage, and in particular industrial wastes must be amenable to
biological treatment.

**Construction**

A trickling filter consists of a bed of crushed stone or other
non-disintegrable contact material viz., granite, limestone etc.,
25 cm and 75 cm in size, with the filter depth usually between 2
and 3 m. The larger stones 8 cm - 10 cm. in size are placed in a
layer 15 cm - 20 cm thick at the bottom of the bed, while the
smaller size stones 2.5 cm size make up the filter bed. The Inside
walls of brick masonry may be honey combed (with the idea of
securing better aeration of the beds) and provided with airinlets.
In such a filter, air must circulate freely so as to maintain the
zooleal flora, which thrives over the stones in the presence of
oxygen. The sewage from the sedimentation tank is applied either
intermittently through fixed sprays located at the surface of the
bed or by what is more favored, i.e., applying sewage continuously
through rotary distributors. A rotary distributor consists of two
or more arms which are turned in a horizontal plane through the jet
action, or sometimes when it is insufficient, moved by the
electrical power. The spray nozzles are circular holes 9 mm - 13
mm, and spaced in such a manner that the distribution of applied
sewage is more or less in direct proportion to the area of the bed
covered by each part of the distributor.

The floor of the trickling filter is made of concrete laid to a
slope of 1 in 200. It has a system of underdrains, half-round or
v-shaped channels cast into it and making a false bottom with
perforated cover to support the coarse media above. The
underdrainage system keeps the filter self-cleansing and also
assists in the ventilation of beds.

**Merits and demerits**

The advantages of trickling filters are:

1. They are self-cleaning. Rate of filter loading is much higher.
2. No diminishing of capacity even if overdosed, they can recoup
after
rest.
3. They are cheap and simple in operation.
4. Mechanical wear and tear is very small.

The disadvantages are:

1. High head loss through the filter, making automatic dosing of
filters as necessary.
2. Odor and fly nuisance due to psychoda which may be carried away
into human habitation and may prove a serious nuisance to man. The
latter may be overcome by flooding the filter or by the use of DDT
or other insecticides.
3. Large land area is required. Cost of construction is relatively
higher.
4. They require preliminary treatment and, therefore, cannot treat
raw
sewage as such.

I hope this comparitive study of the different components of the
microbiological wastewater treatment plant provides the right
guidance for your plant.

For more:...
http://www.all-about-wastewater-treatment.com/inst1.html

"Everything you really need to know about
Wastewater treatment, in one place!"

From the Desk of Richard Runion and Team

Richard Runion
The Water Patriot
6423, Woodbine Court,
St. Louis, Missouri,
63109, USA
http://www.all-about-wastewater-treatment.com/inst1.html

*****************************************************
This email is never sent unsolicited.

You subscribed with the following details.

Full Name: mugee pineung
Email Address: gamsziel@gmail.com
IP: 125.162.43.91
Date Subscribed: July 30, 2009

Rabu, 16 September 2009

haaya jihad

Khaulah Binti Tsa’labah (Wanita Yang Aduannya Didengar Allah Dari Langit Ketujuh)



Oleh Prince of Jihad


Beliau adalah Khaulah binti Tsa`labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa`labah Ghanam bin ‘Auf. Beliau tumbuh sebagai wanita yang fasih dan pandai. Beliau dinikahi oleh Aus bin Shamit bin Qais, saudara dari Ubadah bin Shamit r.a yang beliau menyertai perang Badar dan perang Uhud dan mengikuti seluruh perperangan yang disertai Rasulullah saw. Dengan Aus inilah beliau melahirkan anak laki-laki yang bernama Rabi`.

Khaulah binti Tsa`labah mendapati suaminya Aus bin Shamit dalam masalah yang membuat Aus marah, dia berkata, “Bagiku engkau ini seperti punggung ibuku.” Kemudian Aus keluar setelah mengatakan kalimat tersebut dan duduk bersama orang-orang beberapa lama lalu dia masuk dan menginginkan Khaulah. Akan tetapi kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak hingga jelas hukum Allah terhadap kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah Islam. Khaulah berkata, “Tidak…jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkankan terhadapku sehingga Allah dan Rasul-Nya lah yang memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita.

Kemudian Khaulah keluar menemui Rasulullah saw, lalu dia duduk di hadapan beliau dan menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya dengan suaminya. Keperluannya adalah untuk meminta fatwa dan berdialog dengan nabi tentang urusan tersebut. Rasulullah saw bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu tersebut… aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.”

Wanita mukminah ini mengulangi perkatannya dan menjelaskan kepada Rasulullah saw apa yang menimpa dirinya dan anaknya jika dia harus cerai dengan suaminya, namun rasulullah saw tetap menjawab, “Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya”.

Sesudah itu wanita mukminah ini senantiasa mengangkat kedua tangannya ke langit sedangkan di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan. Pada kedua matanya nampak meneteskan air mata dan semacam ada penyesalan, maka beliau menghadap kepada Yang tiada akan rugi siapapun yang berdoa kepada-Nya. Beliau berdo’a, “Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu tentang peristiwa yang menimpa diriku”.

Alangkah bagusnya seorang wanita mukminah semacam Khaulah, beliau berdiri di hadapan Rasulullah saw dan berdialog untuk meminta fatwa, adapun istighatsah dan mengadu tidak ditujukan melainkan untuk Allah Ta`ala. Ini adalah bukti kejernihan iman dan tauhidnya yang telah dipelajari oleh para sahabat kepada Rasulullah saw.

Tiada henti-hentinya wanita ini berdo`a sehingga suatu ketika Rasulullah saw pingsan sebagaimana biasanya beliau pingsan tatkala menerima wahyu. Kemudian setelah Rasulullah saw sadar kembali, beliau bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Allah telah menurunkan al-Qur`an tentang ditimu dan suamimu kemudian beliau membaca firman-Nya (artinya), “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan [halnya] kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat,…sampai firman Allah: “dan bagi oranr-orang kafir ada siksaan yang pedih.”(Al-Mujadalah:1-4)

Kemudian Rasulullah saw menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarat (tebusan) Zhihar:

Nabi : Perintahkan kepadanya (suami Khansa`) untuk memerdekan seorang budak

Khaulah : Ya Rasulullah dia tidak memiliki seorang budak yang bisa dia merdekakan.

Nabi : Jika demikian perintahkan kepadanya untuk shaum dua bulan berturut-turut

Khaulah : Demi Allah dia adalah laki-laki yang tidak kuat melakukan shaum.

Nabi : Perintahkan kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin

Khaulah : Demi Allah ya Rasulullah dia tidak memilikinya.

Nabi : Aku bantu dengan separuhnya

Khaulah : Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rasulullah.

Nabi : Engkau benar dan baik maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya, kemudian bergaulah dengan anak pamanmu itu secara baik.” Maka Khaulah pun melaksanakannya.

Inilah kisah seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada pemimpin anak Adam a.s yang mengandung banyak pelajaran di dalamnya dan banyak hal yang menjadikan seorang wanita yang mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dengan bangga dan perasaan mulia dan besar perhatian Islam terhadapnya.

Ummul mukminin Aisyah ra berkata tentang hal ini, “Segala puji bagi Allah yang Maha luas pendengaran-Nya terhadap semua suara, telah datang seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada Rasulullah saw, dia berbincang-bincang dengan Rasulullah saw sementara aku berada di samping rumah dan tidak mendengar apa yang dia katakan, maka kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah…” (Al-Mujadalah: 1)

Inilah wanita mukminah yang dididik oleh Islam yang menghentikan Khalifah Umar bin Khaththab r.a saat berjalan untuk memberikan wejangan dan nasehat kepadanya. Beliau berkata, “Wahai Umar aku telah mengenalmu sejak namamu dahulu masih Umair (Umar kecil) tatkala engkau berada di pasar Ukazh engkau mengembala kambing dengan tongkatmu, kemudian berlalulah hari demi hari sehingga memiliki nama Amirul Mukminin, maka bertakwalah kepada Allah perihal rakyatmu, ketahuilah barangsiapa yang takut akan siksa Allah maka yang jauh akan menjadi dekat dengannya dan barangsiapa yang takut mati maka dia kan takut kehilangan dan barangsiapa yang yakin akan adanya hisab maka dia takut terhadap Adzab Allah.” Beliau katakan hal itu sementara Umar Amirul Mukminin berdiri sambil menundukkan kepalanya dan mendengar perkataannya.

Akan tetapi al-Jarud al-Abdi yang menyertai Umar bin Khaththab tidak tahan mengatakan kepada Khaulah, “Engkau telah berbicara banyak kepada Amirul Mukminin wahai wanita.!” Umar kemudian menegurnya, “Biarkan dia…tahukah kamu siapakah dia? Beliau adalah Khaulah yang Allah mendengarkan perkataannya dari langit yang ketujuh, maka Umar lebih berhak untuk mendengarkan perkataannya. “

Dalam riwayat lain Umar bin Khaththab berkata, “Demi Allah seandainya beliau tidak menyudahi nasehatnya kepadaku hingga malam hari maka aku tidak akan menyudahinya sehingga beliau selesaikan apa yang dia kehendaki, kecuali jika telah datang waktu shalat maka aku akan mengerjakan shalat kemudian kembali mendengarkannya sehingga selesai keperluannya.”

(SUMBER: buku Mengenal Shahabiah Nabi SAW., karya Mahmud Mahdi al-Istanbuly dan Musthafa Abu an-Nashar asy-Syalaby, h.242-246, penerbit AT-TIBYAN)

my legend : Jafar Sadiq (Muhammad Abu Ja,far bin Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Ali bin Abi Thalib as Sadiq)

Sama' (Jalalludin Rumi)

Senin, 14 September 2009

belum ada judul..

MADINATUL ILMI

Hadis Madinatul Ilmi


Hadis Madinatul Ilmi salah satunya diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Kitab Al Mustadrak Ash Shahihain jilid III hal 126 Kitab Ma’rifatus Shahabah Bab Manaqib Ali hadis no 4637, 4638 dan 4639. Berikut adalah salah satunya

حدثنا أبو العباس محمد بن يعقوب ثنا محمد بن عبد الرحيم الهروي بالرملة ثنا أبو الصلت عبد السلام بن صالح ثنا أبو معاوية عن الأعمش عن مجاهد عن بن عباس رضى الله تعالى عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أنا مدينة العلم وعلي بابها فمن أراد المدينة فليأت الباب

Telah mengabarkan kepada kami Abu Abbas Muhammad bin Ya’qub yang mendengar dari Muhammad bin Abdurrahiim Al Harawi yang mendengar dari Abu Shult Abdus Salam bin Shalih yang mendengar dari Abu Muawiyah dari ’Amasy dari Mujahid dari Ibnu Abbas RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda Aku adalah Kota Ilmu dan Ali adalah pintunya, barangsiapa yang ingin memasuki kota hendaklah melalui pintunya.

Hadis ini menjadi perselisihan di kalangan Ulama hadis. Sebagiannya menyatakan shahih, sebagian lagi menyatakan hasan dan sebagian menyatakan dhaif bahkan maudhu’. Oleh karena itu kami akan membahas secara ringkas tentang kedudukan hadis ini dan menyatakan apa pandangan kami perihal hadis ini.

.

.

Hadis Madinatul Ilmi Shahih

Salah seorang Ustadz menyatakan bahwa hanya Al Hakim yang menyatakan hadis ini Shahih. Pernyataan ini keliru karena ada cukup banyak ulama yang telah menshahihkan hadis ini seperti yang dapat anda lihat dalam tulisan saudara ini. Kami hanya akan mengutip sebagian Ulama yang kami ketahui yaitu Al Hakim, Yahya bin Main, Ibnu Jarir Ath Thabari, Muttaqi Al Hindi dan Hafidz Ahmad bin Shiddiq Al Maghribi.

.

Al Hakim

Berkata Al Hakim dalam Kitab Al Mustadrak jilid III hal 126 Kitab Ma’rifatus Shahabah Bab Manaqib Ali hadis no 4637

حديث صحيح الإسناد ولم يخرجاه وأبو الصلت ثقة مأمون

Hadis dengan sanad Shahih yang diriwayatkan oleh Abu Shult seorang Tsiqat dan Ma’mun.

.

Yahya bin Main

Hadis ini dishahihkan oleh Ibnu Main sebagaimana dikutip Al Khatib dalam Tarikh Baghdad jilid 11 hal 49, Tahdzib At Tahdzib Ibnu Hajar jilid 6 hal 321-322 no 619 juga dikutip oleh Ibnu Zakky Al Mizzi dalam Tahdzib Al Kamal jilid 18 hal 77 no 3421. Berikut kami kutip dari kitab Tahdzib Al Kamal

سألت يحيى بن معين عن هذا الحديث ، فقال : هو صحيح.

Yahya bin Main tentang hadis ini berkata “Shahih”.

.

Ibnu Jarir Ath Thabari

Dalam kitab Tahdzib Al Atsar hal 104 no 1414 dan 1415. Hadis dengan matan yang kami tulis adalah hadis no 1415 sedangkan hadis no 1414 matannya sebagai berikut

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ” أنا دار الحكمة ، وعلي بابها “

Nabi SAW bersabda “Aku adalah Gedung Ilmu dan Ali adalah pintunya”.

Berkata Ibnu Jarir perihal hadis ini

وهذا خبر صحيح سنده

Riwayat ini sanadnya Shahih.

.

Ali Muttaqi Al Hindi

Hadis ini diriwayatkan oleh Ali Muttaqi Al Hindi dalam kitab hadisnya Kanz Al Ummal jilid 13 hal 128-129 hadis no 3462, 3463 dan 3464. Hadis no 3462 matannya sama dengan matan hadis Ibnu Jarir no 1414 sedangkan hadis berikutnya sama dengan matan hadis yang kami kutip dari Al Mustadrak. Pada hadis ke 3464 beliau menuliskan

وقد كنت أجيب بهذا الجواب دهرا إلى أن وقفت على تصحيح ابن جرير لحديث علي في تهذيب الآثار مع تصحيح ( ك ) لحديث ابن عباس فاستخرت الله وجزمت بارتقاء الحديث من مرتبة الحسن إلى مرتبة الصحة – والله أعلم

Sudah cukup lama saya menjawab perihal hadis ini sampai akhirnya saya mengetahui bahwa Ibnu Jarir dalam kitabnya Tahdzib Al Atsar telah menshahihkan hadis ini disamping penshahihan hadis Ibnu Abbas. Kemudian saya beristikharah dan akhirnya yakin bahwa hadis ini yang sebelumnya hasan adalah shahih. Wallahu A’lam.

.

Hafidz Ahmad bin Shiddiq Al Maghribi.

Beliau adalah Ulama hadis yang telah menulis kitab Fath Al Mulk ‘Ali bi Shahah Hadits Babu Madinah Al ‘Ilm ‘Ali. Kitab ini adalah kitab khusus yang membuktikan shahihnya hadis Madinatul Ilmi. Dalam kitab tersebut beliau telah memaparkan sanad-sanad hadis tersebut memberi komentar dan pada akhirnya menyatakan hadis tersebut shahih.

Penolakan Hadis Madinatul Ilmi Palsu

Hal ini dinyatakan oleh banyak ulama hadis di antaranya Jalaludin As Suyuthi, Al Hafidz Abu Alaiy, Al Hafidz Ibnu Hajar, Asy Syaukani, As Sakhawi, Al Ajluni, dan Az Zarkasy. Mereka semua menyatakan Hadis Madinatul Ilmi hasan. Tidak benar pendapat yang menyatakan bahwa Mereka yang menyatakan hadis Madinatul ilmi shahih atau hasan tidak mengetahui cacat yang dinyatakan oleh mereka yang memaudu’kan hadis tersebut. Justru mereka yang menghasankan hadis ini adalah mereka yang telah mengumpulkan semua sanad hadis Madinatul Ilmi dan membantah pernyataan ulama yang memaudhu’kan hadis tersebut. Mereka telah mengetahui cacat hadis yang dimaksud hanya saja mereka beranggapan kumpulan semua sanad tersebut telah menjadikan hadis tersebut hasan, tidak shahih dan tidak pula dhaif apalagi maudhu’.

Hadis Madinatul Ilmi Hasan

Berikut adalah nama-nama Ulama yang menghasankan hadis ini setelah mengumpulkan semua sanad hadis tersebut

Jalaludin As Suyuthi telah menghasankan hadis ini dalam Kitabnya Tarikh Al Khulafa jilid I hal 69, Kitab Al Laliy Al Mashnu‘ah Fi Al Hadits Al Maudhu‘ah bagian Manaqib Khulafa Al Arba’in.

Asy Syaukani menyatakan hadis ini “Hasan Li Ghairihi” dalam kitabnya Fawaid Al Majmuah no hadis 52.

As Sakhawi juga menghasankan hadis ini dalam Maqasid Al Hasanah no hadis 189.

Al Ajluni menyatakan hadis ini hasan dalam Kasyf Al Khafa’ hadis no 618

Az Zarkasy dalam kitabnya Al Laliy Al Mantsurah Fi Al Hadits Al Masyhurah hadis no 151 juga telah menghasankan hadis Madinatul Ilmi.

Al Hafidz Ibnu Hajar dan Al Hafidz Shalahuddin Al Alaiy menghasankan hadis ini dan menolak pernyataan maudhu’. Pernyataan ini dikutip dalam Kasyf Al Khafa’ hadis no 618 Karya Al Ajluni.

Berikut pernyataan As Suyuthi yang kami kutip dalam Kitab Tarikh Al Khulafa jilid I hal 69 tentang Hadis-hadis Keutamaan Ali bin Abi Thalib

وأخرج البزار والطبراني في الأوسط عن جابر بن عبد الله وأخرج الترمذي والحاكم عن علي قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ” أنا مدينة العلم وعلي بابها ” هذا حديث حسن على الصواب لا صحيح كما قال الحاكم ولا موضوع كما قاله جماعة منهم ابن الجوزي والنووي وقد بينت حاله في التعقبات على الموضوعات

Al Bazzar dan Ath Thabrani dalam Al Awsath meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah dan Imam Tirmidzi serta Al Hakim meriwayatkan dari Ali, dia berkata Rasulullah SAW bersabda “Saya adalah kota ilmu sedangkan Ali adalah pintunya”. Hadis ini hasan dan bukan shahih sebagaimana yang dikatakan Al Hakim dan bukan maudhu’ sebagaimana yang dinyatakan oleh sebagian kalangan diantaranya Ibnu Jauzi dan An Nawawi. Saya telah memberikan catatan tentang kedudukan hadis ini dalam Catatan Kritis Terhadap Kitab Al Maudhu’at Ibnu Jauzi.

Begitu juga Al Hafidz Shalahuddin Al Alaiy menolak pernyataan maudhu’ dan berkata bahwa yang benar hadis tersebut hasan. Pernyataan ini kami kutip dari kitab Kasyf Al Khafa’ hadis no 618, Al Hafidz Al Alaiy berkata

الصواب أنه حسن باعتبار طرقه لا صحيح ولا

تعدد ضعيف؛ فضلا أن يكون موضوعا

Sebenarnya kedudukan hadis ini hasan dengan melihat semua jalan sanadnya, tidak shahih dan juga bukan dhaif , lebih utama dari maudhu’

ILMU ATAU HARTA

Minggu, 13 September 2009

Pemimpin yang Zalim Penghalang Ijabahnya Doa

Sebagaimana dimaklumi bahwa umumnya kaum muslimin ketika berdoa kepada
Allah swt, mereka ingin doanya diijabah oleh-Nya. Sebagian mereka
memfokuskan doanya pada permohonan rizki, perlindungan, pengampunan
dosa, kebahagiaan, keselamatan di dunia dan akhirat, dan lainnya.
Tetapi, barangkali yang terbanyak dari kaum muslimin fokus doanya
adalah rizki dalam arti materi, walaupun rizki juga meliputi ilmu,
anak, dan lainnya.

Mengapa doa umumnya kita terfokus pada rizki dalam makna materi? Ini
menunjukkan negeri dan pemeperintahan kita sedang dilanda krisis
ekonomi. Bukan hanya krisis bahkan sudah berada diambang bahaya.
Anehnya, mengapa ratusan juta bangsa kita, khusunya kaum muslimin,
doanya tidak dapat merubah kondisi ekonomi? Padahal hampir setiap
hari, paling tidak lima kali hari sesudah shalat berdoa dan memohon
keluasan pintu rizki.

Mengapa Allah swt belum juga mengijabah doa ratusan ribu kaum
muslimin? Padahal Allah swt berjanji: "Berdoalah kepada-Ku, pasti Aku
ijabah doamu." Apakah Allah swt mengingkari janji-Nya? Tentu
jawabannya: Dia tidak pernah mengingkari janji-Nya.

Mari kita telusuri penyebab utamanya, khususnya yang berkait dengan
rizki. Jika kita meyakini bahwa negeri kita adalah negeri yang kaya,
semestinya bangsa tidak sengsara secara materi. Ini kesimpulan logika
kita. Jika ternyata bangsa kita secara mayoritas berada kondisi yang
sengsara, maka ini jelas ada sesuatu yang salah: Tidak punya kemampuan
ilmu untuk menggali kekayaan alam kita atau karena kezaliman,
kerakusan, dan lainnya?

Allamah Thabathaba'i dalam tafsirnya Al-Mizan tentang surat An-Naml:
62, mengatakan:
Allah swt berfirman:

أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَ يَكْشِفُ السُّوءَ وَ يَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأَرْضِ أَ ءِلَهٌ مَّعَ
اللَّهِ قَلِيلاً مَّا تَذَكرُونَ
"Siapakah yang memperkenankan doa orang yang dalam puncak kesengsaraan
apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan serta
yang menjadikan kamu sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah
ada Tuhan yang lain? Amat sedikitlah kamu mengingat-Nya. "(An-Naml: 62)

Berdasarkan kontek kalimatnya, ayat ini mengkaitkan ijabahnya doa
orang-orang yang sangat sengsara dengan kekhalifahan dan kepemimpinan
di muka bumi. Yakni apakah kepemimpinan itu berdasarkan kehendak Ilahi
atau hawa nafsu manusia. Makna dikuatkan oleh firman Allah swt:

وَ إِذْ قَالَ رَبُّك لِلْمَلَئكَةِ إِنى جَاعِلٌ فى الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَ تجْعَلُ فِيهَا مَن
يُفْسِدُ فِيهَا وَ يَسفِك الدِّمَاءَ وَ نحْنُ نُسبِّحُ بحَمْدِك وَ نُقَدِّس لَك قَالَ إِنى أَعْلَمُ مَا لا
تَعْلَمُونَ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui." (Al-Baqarah: 30)

Sebagaimana kita maklumi bahwa kebijakan seorang pemimpinan akan
berdampak luas pada kehidupan manusia. Sehingga kesusahan, kesulitan
dan penderitaan sangatlah berkait erat dengan kebijakan seorang pemimpin.

Ketika rakyat berada dalam puncak kesengsaraan, mereka berdoa kepada
Allah swt, bergantung dan berlindung kepada-Nya agar mereka terlepas
dari kesengsaraan. Di sini siapakah yang menjadi penghalang? Pemimpin
yang zalim, sistem dan kebijakannya, atau rakyatnya juga terlibat
dalam kezaliman.

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) pernah mengatakan: "Tidak akan terjadi
kezaliman kecuali ada kerjasama antara yang menzalimi dan yang mau
dizalimi."

Pernyataan Imam Ali (sa) ini sangatlah logis, yakni khususnya di
negeri yang menganut system demokrasi. Siapakah yang memilih pemimpin
yang zalim? Jawabannya moyoritas rakyat yang dizalimi. Secara logis
rakyat yang memilihnya, mereka ikut andil dalam kezaliman.
Na'udzulullah, semoga kita tidak termasuk di dalamnya. Yakni dosa
politik yang berdampak luas menyengsarakan ratusan juta manusia.

Jika kita terlibat dalam kezaliman sistem dan kebijakan, yakni
terlibat memilih pemimpin yang zalim. Maka, kita juga andil dalam
dosa yang menyengsarakan ratusan juta manusia, terlibat juga menjadi
penghalang ijabahnya doa orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam
memohon kepada Allah swt. Lalu apa alasan kita kelak di hadapan
Mahkamah Agung Ilahi? Sudahkan kita mempersiapkan jawabannya? Di sana
tidak ada peluang sedikitpun untuk merekayasa jawaban, apalagi melobi
dari pintu belakang. Semua jiwa dan raga kita akan menjadi saksi, juga
kawan dan lawan, kerabat dan sahabat yang mengetahui prilaku kita di
dunia. Bahkan orang terdekat kita juga akan menjadi saksi yaitu anak
dan isteri.

Dosa yang menyengsarakan ratusan juta manusia dan orang-orang yang
dicintai Allah swt, dan menghalangi doa mereka, jelas itu adalah dosa
besar yang sulit diampuni dan tak mudah dibukakan pintu taubat,
kecuali mereka yang disengsarakan dan dizalimi memaafkan. Akankah
mereka memaafkan? Belum lagi mereka yang sudah meninggal. Sepanjang
mereka tidak memaafkan, maka Allah swt tidak mengampuninya dan tidak
membukan pintu taubat baginya.

Kembali pada ijabahnya doa. Allah swt berjanji pada hamba-Nya:

ادْعُونى أَستَجِب لَكمْ
"Berdoalah kepada-Ku, pasti Aku ijabah doamu." (Al-Mukmin: 60)

وَ لَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَ اتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيهِم بَرَكَتٍ مِّنَ السمَاءِ وَ الأَرْضِ وَ
لَكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَهُم بِمَا كانُوا يَكْسِبُونَ
"Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi.
Tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatan mereka." (Al-A'raf: 96)

Sehubungan dengan surat An-Naml: 62, Allamah Thabathaba'i mengutip
riwayat dari tafsir Al-Qumi:
Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: "Ayat ini turun berkait dengan
kepemimpinan Al-Mahdi (sa) dari keluarga Muhammad saw. Demi Allah,
orang yang dalam kesusahan, apabila ia melakukan shalat dua rakaat
dalam kondisi itu dan berdoa kepada Allah azza wa jalla, niscaya Dia
mengijabah doanya dan menghilangkan kesusahan, dan Dia menjadikan
Al-Mahdi (sa) seorang khalifah di bumi."

Inilah orang – orang yang didoakan oleh para malaikat :

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci”.

(Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’”

(Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Muslim no. 469)

3. Orang – orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf – shaf terdepan”

(Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)

4. Orang – orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang – orang yang menyambung shaf – shaf”

(Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

5. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu”.

(Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia”

(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

7. Orang – orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’”

(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’”

(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., Shahih Muslim no. 2733)

9. Orang – orang yang berinfak.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’”

(Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)

10. Orang yang sedang makan sahur.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang – orang yang sedang makan sahur”

(Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh”

(Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib ra., Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, “Sanadnya shahih”)

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain”

(Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)

Sumber Tulisan Oleh : Syaikh Dr. Fadhl Ilahi (Orang – orang yang Didoakan Malaikat, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cetakan Pertama, Februari 2005

Sabtu, 12 September 2009

apa yang terpikir ..?


remember 11 sep

US remembers 9/11 attacks

Obama met families of those who died
in the September 11 attacks [EPA]

Barack Obama, the US president, has laid a wreath at the Pentagon in memory of those who were killed in a series of attacks on the country on September 11 eight years ago.

Obama on Friday attended a memorial service at the headquarters of the defence department in Washington, which was attacked along with the World Trade Centre in New York in 2001.

"No turning of the season can diminish the pain and the loss of that day... No passage of time and no dark skies can ever dull the meaning of this moment," Obama said.

Almost 3,000 people were killed in the co-ordinated assaults by al-Qaeda.

The president said that maintaining a shared purpose to oppose "terrorism" would be the most effective way to stand against those who wish to strike the US.

"Let us renew our resolve against those who perpetrated this barbaric act and who plot against us still," he said.

"In defence of our nation, we will never waver."

Security scare

Obama's derfiant words were accompanied by a brief moment of alarm in the capital as authorities raised an alarm after spotting a suspicious boat on the Potomac river near the Pentagon, but the vessel was later identified as a US Coast Guard boat on a training exercise.

"We will never forget the rage and aching sadness we felt"

Barack Obama,
US
president

Police and federal law officials denied media reports that shots had been fired during the incident.

"We are still gathering information of how this training event might have been misconstrued as an actual incident. We will conduct a thorough review of this incident," the Coast Guard said in a written statement.

Obama had earlier observed at the White House a moment of silence at 8:46am (1346GMT), the minute when the first of two hijacked passenger aircraft struck one of the two World Trade Centre towers on September 11, 2001.

About 500 people attended the Pentagon memorial service, including families of the victims and survivors of the Pentagon attack.

Attacks commemorated

Joseph Biden, the vice-president, laid a wreath at Ground Zero in New York, where the twin towers of the World Trade Centre once stood.

In a message to the city that was published on the front page of a daily newspaper, Obama said Americans were in solidarity with New Yorkers on the anniversary of the attacks.


Thousands of people died in the attacks on the
World Trade Centre towers in New York [AP]

Obama's letter in the New York Daily News said that the attacks on the World Trade Centre "will be forever seared in the consciousness of our nation" and that "every year on this day, we are all New Yorkers."

"We will never forget the images of planes vanishing into buildings; of billowing smoke rolling down the streets of Manhattan; of photos hung by the families of the missing," he wrote.

"We will never forget the rage and aching sadness we felt. And we will never forget the feeling that we had lost something else: a sense of safety as we went about our daily lives."

The president said that the war in Afghanistan, which was undertaken weeks after the September 11 attacks and which has become increasingly unpopular among Americans, was an intrinsic part of his strategy "to take the fight to the extremists who attacked us on 9/11".

But he also said that the US should lead through "the power of our fundamental values", and not just rely on the use of military force.

Afghanistan mission

The president is considering whether to send extra troops to Afghanistan in an effort to confront a resurgent Taliban, but opponents say clarity is needed on the Afghan mission first.

Carl Levin, a Democrat who chairs the senate's armed services committee, said on Thursday that the US government's goal should be to provide sufficient training to Afghan forces, so that they can take control of security, rather than sending thousands more US troops to Afghanistan.

Marwan Bishara, Al Jazeera's senior political analyst, said: "The Democratic leadership in congress are not really encouraged to send more troops to Afghanistan.

"Even right-wing media commentators are advocating redeployment of troops from the [centre of] Afghanistan to its periphery, so that the war can be run from there.

"There is less and less will among the US elite and the public to escalate the war, and people are getting more and more confused about the objectives.

"General Petraeus [the commander of US Central Command] tells us that there are no more al-Qaeda in Afghanistan; he says they are in Pakistan."

Source:

Al Jazeera and agencies

Kamis, 10 September 2009

cet langet lom....??!

bukan lautan hanya kolam susu (koes Plus)


.....ANA MADINATUL ILMI WA ALI ASBABUHA

Ibn Al-Arabi


Ibn Al-‘Arabi adalah penganut faham Tauhid Wujudi bahkan ia merupakan panutan dalam pemikiran ini. Pemikiran yang selalu menjadi sorotan tajam dari kaum fuqoha. Pemikiran inilah yang menjadi landasan konsep pendidikannya bahkan semua pola pikirnya berporos pada pemahaman ini. Perlu digaris bawahi bahwa Ibn Arabi belum pernah menyebutkan istilah wahdatul wujud dalam kitabnya namun istilah ini dicetuskan oleh orientalis. Namun dari berbagai ajarannya bisa dikatakan bahwa pemahamannya adalah wahdatul wujud.

Dalam menjelaskan konsep wahdatul wujud Ibn Arabi mengungkapkan:

“ketahuilah bahwa wujud ini satu namun Dia memiliki penampakan yang disebut dengan alam dan ketersembunyiannya yang dikenal dengan asma (nama-nama), dan memiliki pemisah yang disebut dengan barzakh yang menghimpun dan memisahkan antara batin dan lahir itulah yang dikenal dengan Insan Kamil”.

Ia juga menjelaskan:

“Ketahuilah bahwa Tuhan segala Tuhan adalah Allah Swt. Sebagai Nama Yang Teragung dan sebagai ta’ayun (pernyataan) yang pertama. Ia merupakan sumber segala nama, dan tujuan terakhir dari segala tujuan, dan arah dari segala keinginan, serta mencakup segala tuntutan, kepadaNya lah isyarat yang difirmankan Allah kepada RasulNya Saw -bahwa kepada Tuhanmulah tujuan terakhir- karena Muhammad adalah mazhar dari pernyataan pertama (ta’ayyun awwal), dan Tuhan yang khusus baginya adalah Ketuhanan Yang Teragung ini. Ketahuilah bahwa segala nama dari nama-nama Allah merupakan gambaran dalam ilmu Allah yang bernama dengan ‘mahiat’ atau ‘ain sabitah’ (esensi yang tetap). Setiap nama juga memiliki gambaran di luar yang diberi nama dengan mazahir (penampakan atau fenomena) dan segala nama tadi merupakan pengatur dari mazahir (fenomena-fenomena) ini. Sedang Haqiqat Muhammadiyah merupakan gambaran dari nama ‘Allah’ yang menghimpun segala nama ketuhanan yang darinya muncul limpahan atas segala yang ada dan Allah Swt sebagai Tuhannya. Haqiqat Muhammadiyah yang mengatur gambaran alam seluruhnya dengan Tuhan yang tampil padanya, disebut dengan Rab al-arbab (Allah Swt).”

Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan Haqiqat Muhammadiyah di sini bukanlah Nabi Muhammad sebagai manusianya namun Haqiqat Muhammadiayah adalah Asma dan Sifat Allah serta Akhlaqnya. Nabi muhammad disebut dengan Muhammad karena Beliau mampu berakhlaq dengan seluruh akhlaq ketuhanan tersebut.

Selanjutnya Ibn Arabi juga mengatakan:

“ketahuilah bahwa yang ada hanya Allah beserta sifatNya, af’alNya maka semuanya adalah Dia, denganNya, dariNya dan kepadaNya. Kalaulah ia terhijab dari alam ini walaupun sekejap maka binasalah alam ini secara keselurhan, kekalnya alam ini dengan penjagaanNYa dan penglihatanNya kepada alam. Akan tetapi jika sesuatu sangat tampak jelas dengan cahayaNya hingga pemahaman tidak mampu untuk mengetahuinya maka penampakan itulah yang disebut dengan hijab.”

Jadi asma dan sifat itulah yang disebut dengan Haqiqat Muhammadiyah, dan alam muncul dari hakikat tersebut. Oleh sebab itu Ibn Arabi mengungkapkan:

“Alam pada hakikatnya adalah satu namun yang hilang dan muncul adalah gambarnya saja”.

Maksudnya hakikat alam tadi berasal dari Zat Yang Satu, yang pada dasarnya gambaran alam tadi hilang dan muncul, artinya alam itu pada hakikatnya tiada berupa gambar saja. Dalam hal ini ia menyatakan:

“Maha Suci Allah yang menciptakan segala sesuatu Dialah segala sesuatu tadi.”

Artinya penampakannya tiada lain Dia juga, yang tampil dariNya adalah Dia juga.

Lebih jelasnya Syaikh Abd Ar-Rauf Singkil menjelaskan dalam sebuah karyanya:

“wujud alam ini tidak benar-benar sendiri, melainkan terjadi melalui pancaran. Yang dimaksud dengan memancar di sini adalah bagaikan memancarnya pengetahuan dari Allah Ta’ala. Seperti halnya alam ini bukan benar-benar Zat Allah, karena ia merupakan wujud yang baru, alam juga tidak benar-benar lain dariNya. Karena ia bukan wujud kedua yang berdiri sendiri disamping Allah.”

Jadi alam bukanlah sebenarnya Allah namun pancarannNya dengan kata lain hijabnya. Hal ini dikuatkan oleh penjelasan Willian dalam salah satu karyanya mengenai Ibn Arabi: “Hanya satu wujud dan seluruh eksistensi tiada lain adalah pancaran dari Wujud Yang Satu.” Kesimpulannya yang tampak itulah makhluk cipatanNya sedang ZatNya tetaplah ghaib. Hal ini dijelaskan oelh Ibn Arabi sebagai berikut:

“Allah nyata ditinjau dari penampakanNya pada cipatanNya dan batin dari segi Zatnya.”

Untuk lebih jelasnya, Tajalliyat Allah pada lingkatan wujud adalah merupakan penampakan Allah berupa kesempurnaan dan keagungan yang abadi. Zatnya merupakan sumber pancaran yang tak pernah habis keindahan dan keagunganNya. Ia merupakan perbendaharaan yang tersembunyi yang ingin tampil dan dikenal. Allah sebagai keindahan ingin membuka perbendahataan tersembunyi tersebut dengan Tajalliyat (teofani) Haq tentunya yang merupakan penampakan-penampakan dari keagungan, keindahan dan kesempurnaanNya dalam pentas alam yang maha luas.

Ibn Arabi berkata: “Alam maujud atau mengada denganNya”.

Tajalliyat al-Wujud dengan gambaran global dalam tiga hadirat:

1. Hadirat Zat (Tajalliyat Wujudiya Zatiya) yaitu pernyataan dengan diriNya untuk diriNya dari diriNya. Dalam hal ini Ia terbebas dari segala gambaran dan penampakan. Ini dikenal dengan Ahadiyat. Pada keadaan ini tampak Zat Allah terbebas dari segala sifat, nama, kualitas, dan gambaran. Ia merupakan Zat Yang Suci yang dikenal dengan rahasia dari segala rahasia, gaib dari segala yang gaib, sebagaimana ia merupakan penampakan Zat, atau cermin yang terpantul darinya hakikat keberadaan yang mutlak.

2. Tajalliyat Wujudiya Sifatiya yang merupakan pernyataan Allah dengan diriNya, untuk diriNya, pada penampakan kesempurnaanNya (asma) dan penampakan sifat-sifatNya yang azali. Keadaan ini dikenal dengan wahdah. Pada hal ini tampak hakikat keberadaan yang mutlah dalam hiasan kesempurnaan ini lah yang dikenal dedngan Haqiqat Muhammadiyah (kebenaran yang terpuji), setelah ia tersembunyi pada rahasia gaib yang mutlak denganjalan faid al-aqdas (atau limpahan yang paling suci karena ia langsung dari Zat Allah). Dalam keadaan ini tampillah al-A’yan as-Sabitah (esensi-esensi yang tetap) atau ma’lumat Allah.

3. Tajalliyat Wujudiyah Fi’liyah (af’aliyah) yaitu pernyataan Haq dengan diriNya untuk diriNya dalam fenomena esensi-esensi yang luar (A’yan Kharijah) atau hakikat-hakikat alam semesta. Keadaan ini dikenal dengan mutlaq dengan ZatNya, sifatNya dan perbuatanNya dengan jalan limpahan yang suci (al-faid al-muqaddas). Allah pun tampak pada gambaran esensi-esensi luar (A’yan Kharijah), baik yang abstrak maupun yang kongkrit yang merupakan asal dari alam semesta seluruhnya.


Allah Swt merupakan awal dari tajalliyat wujud segala fenomenanya dan dimensinya. Jadi Dia tidak berasal dari ketiadaan dan tidak berakhir kepada ketiadaan pula. Ia merupakan karya absolut yang berada pada lingkatan yang absolut, ia berasal dari yang Haq dengan Haq dan kepada yang Haq, baik dalam tahap Zat, Sifat dan Af’al. semuanya adalah penampakan dari hakikat yang satu.

Namun apakah berarti alam adalah Allah dan Allah adalah alam. Bisa dikatakan ‘ya’ atau ‘tidak’, sebagaimana yang beliau ungkapkan dalam salah satu karyanya:

“Dalam hal ini ada sebagian golongan sufi yang terpeleset jatuh dalam kekhilafan dari yang sebenarnya, mereka berkata tidak ada kecuali apa yang engkau lihat bahwa alam adalah Allah dan Allah adalah alam tiada lain. Sebabnya kesaksian ini terjadi karena mereka belim benar benar mencapai apa yang dicapai oleh muhaqiqun. Kalau mereka mencapai apa yang dicapai oleh muhaqiqin maka meraka tidak akan berkata demikian dan menetapkan segala hakikat pada tempatnya dan mengetahuinya dengan ilmu dan penyingkapan.”

Disamping itu penyatuan antara manusia dan hamba adalah mustahil ataupun Allah bertempat adalah juga mustahil. Hal ini ia jelaskan dalam sebuah kitabnya:

“Ittihad adalah mustahil karena dua zat menjadi satu, tidak akan mungkin bertemu antara hamba dan Tuhan pada satu wajah selamanya ditinjau dari ZatNya.”

Dari pernyataan ini jelas beliau tidak berpaham panteisme, jadi bagaimana menafsirkan wahdatulwujud tersebut? Sebagaimana yang diungkapkan sebelumnya bahwa Zat Allah adalah sumber segalanya. Jadi yang disebut eksistensi atau wujud adalah Zat tersebut. Sedangkan keadaan yang dikenal dngan Haqiqat Muhammadiyah (A’yan sabitah, wahdah, tajalliyat wjudiyah sifatiyah) merupakan penampakan atau bayangan dari Zat Yang Suci yang bernama Allah. Kemudian keadaan yang bernama Wahdaniyat (tajalliyat wujudiyah fi’liyah atau a’yan kharijiyah) adalah bayangan dari wahdah atau Haqiqat Muhammadiyah. Jadi seluruhnya bayangan dari Zat Yang Suci. Lebih jelasnya alam ini (a’yan kharijiyah) penampakan atau bayangan dari Asma Allah yang dikenal dengan Haqiqat Muhammdiyah ataupaun A’yan Sabitah. Sedangkan Asma adalah penampakan dari Zat Yang Maha Suci. Jadi bayangan adalah sesuatu yang pada hakikatnya tiada namun ia ada bergantung kepada Zat Allah, sebagaimana bayangan suatu benda.

Penjelasan diatas dikuatkan dengan perkataan Ibn Arabi dalam kitab Futuhat:

Jika Engkau nyatakan: “Tiada sesuatupun yang setara denganNya maka hilanglah bayangan sementara bayangan terbentang maka hendaklah engkau memperhatikan lebih teliti.”

Dalam kitab Al-Jalalah beliau menjelaskan:

“Segala sesuatu memiliki bayangan dan bayangan Allah adalah Arasy. Akan tetapi bukanlah setiap bayangan terbentang. Arasy bagi Tuhan adalah bayangan yang tidak terbentang, apakah engkau tidak memperhatikan bahwa jisim yang memiliki bayangan apabila diliputi oleh cahaya maka bayangannya ada padanya.”

Bayanganyang dimaksud di sini adalah alam semesta. Manusia memiliki banyak bayangan jika dia disinari oleh beberapa cahaya yang datang dari berbagai arah, wajahnya akan muncul dalam berbagai cermin yang pada hakikatnya ia adalah satu namun dipatulkan oleh beraam cermin. Begitu pula Allah Esa dari segi ZatNya dan berbilang dari segi penampakanNya dalam gambaran serta bayanganNya dalam cahaya. Jadi jelas bahwa sebenarnya alam ini adalah bayangan yang hakikatnya tiada atau dikenal dengan batil. Ibn Arabi menjelaskan:

“sebenar-benar ungkapan yang dikatakan oleh orang Arab bahwa; “segala sesuatu selain Allah adalah batil” karena siapa yang keberadannya tergantung kepada yang lain maka dia adalah tiada.”

Ia juga mengungkapkan dalam Risalah al-Wujudiyah:

“Sesungguhnya engkau tidak pernah ada sama sekali dan bukan pula engkau ada dengan dirimu atau ada di dalamNya atau bersamaNya dan bukan pula engkau binasa ataupun ada.”

Untuk menjelaskan perkataan ini ia mengutip perkataan Abu Said Al-Kharraj menyatakan: “Aku mengenal Allah dengan menghimpun segala dua hal yang bertentangan.” Artinya Dialah Yang Lahir dan Yang Batin tanpa keadaan yang lain. Dijelaskan juga dalam kitabnya Ar-risalah Al-Wujudiyah:

“Dialah Yang Awal tanpa berawal, Yang Akhir tanpa berakhir, Yang Lahir tanpa jelas, Yang Batin tanpa tersembunyi.”

Hal ini jika difahami berarti bahwa manusia tidak memiliki keberadaanyang independen dalam arti kata keberadaannya pada hakikatnya adalah bayangan dari keadaan Allah. Karena pada hakikatnya manusia tiada yang ada Allah. Jadi manusia adalah penampakan, bayangan atau ayat Allah yang pada hakikata adalah tiada atau khayal. Karena suatu yang sifatnya khayal berjumpa dengan khayal seolah kelihatan nyata.

Dalam Fusus al-Hikam Ibn Arabi mengungkapkan:

“Ketahuilah bahwa hadirat khayal merupakan hadirat yang menghimpun dan mencakup segal seuatu dan yang bukan sesuatu.”

Jadi jelas bahwa alam ini adalah fana atau khayal danyang kekal dan tampak adalah ZatNya Yang Suci dengan penampakan-penampakan yang indah dan agung yang mewujudkan kesempurnaanNya yang tiada batas.”

Di lain bukunya Ibn Arabi mengungkapkan:

“Tidak ada dalam wujud ini selain Allah, kita walupun ada (Maujudun) maka sesungguhnya keberadaan kita denganNya, barang siap yang keberadaannya dengan selain Allah maka ia masuk dalam hukum ketiadaan.”

Maksudnya ialah bahwa Allah ada dengan sendiriNya dan tidak mengambil keberadaannya dari yagn lain. Sedangkan alam adalah ada karena Allah mengadakannya. Jadi alam adalah keberadaanyang mungkin ada yang pada hakikatnya tiada. Di sini kita harus membedakan antara wujud dan maujud. Wujud merupakan isim masdar yang berarti keadaan dan Maujud merupakan isim maf’ul berarti sesuatu yang mengada karena pengaruh lain . Bisa ditafsirkan bahwa Allah adalah keberadaan itu sendiri atau Zat Yang Maha Ada, sedang maujud adalah sesuatu yang menjadi ada disebabkan hal lain. Maujud merupakan ‘objek’ yang berarti sesuatu yang menerima pengaruh perbuatan yang lain. Jadi sesuatu yang menjadi ada karena adanya keberadaan yang lain bukanlah keberadaan yang sejati namun keberadannya bergantung kepada Wujud Yang Sejati. Keberadaannya disebut dengan khayal, artinya ia ada karena bergantung pada Wujud Sejati. Namun jia sesuatu tidak bergantung kepada Wujud Sejati tentu dia tiada, karena siapa yang akan memberikannya keberadaan? Jadi jelas yang dimaksud dengan Wahdat al-Wujud adalah bahwa wujud yang sejati adalah satu. Bukan berarti alam adalah Allah dan Allah adalah alam.

Dalam menerangkan wahdatulwujud Ibnu Arabi kadang mengutip kuplet berikut, sebagaimana yang termaktub dalam kitab al-Alif:

* Dalam segala sesuatu Dia memiliki ayat

* Menunjukkan kenyataan bahwa Dia adalah Satu.


Kesatuan wujud ini juga dapat difahami dari sebuah hadis yang sering dikutip Ibn Arabi dalam menerangkan masalah Wahdat al-Wujud yaitu: Kanallahu wala syai’a ma’ahu artinya ‘dahulu Allah tiada sesuatu apapun besertaNya’. Disempurnakan dengan perkataan wahuwal aana ‘ala makaana artinya ‘sekarang Ia sebagaimana keadaanNya dahulu’. Maksud dari kedua pernyataan ini tidak ada sesuatu apapun yang menyertai Allah selamanya dan segalaNya pada sisiNya adalah tiada. ‘Tiada Tuhan selain Allah’ artinya segala sesuatu berupa alam yang gaib dan nyata adalah bayangan Allah yang pada hakikatnya tiada. Karena segala sesuatu yang tiada bisa dijadikan Tuhan oleh manusia dan yang pada hakikatnya yang ada hanya Zat Allah Yang Maha Suci yang bernama Allah.

Yang dapat disimpulkan dari penjelasan di atas ialah, alam bisa dikatakan Allah dan bisa juga tidak. Dilihat dari keterbatasan alam dan hakikatnya yang merupakan khayal semata maka alam bukanlah Allah. Namun jika dilihat bahwa alam tidak akan muncul dengan sendirinya dan mustahil ada wujid disamping Allah ataupun diataNya atau dibawahNya atau ditengahNya atau didalamNya atau diluarNya maka alam adalah penampakan Allah. Penampakan itu tiada lain allah jua adanya.

Dibalik itu semua dalam memahami hal ini bukanlah cukup dengan logika namun harus dibuktikan dengan penyaksian sebagaimana pernyataan Ibn Arabi:

“Tauhid adalah penyaksian danbukan pengetahuan, barang siapa menyaksikan maka ia telah bertauhid barang siapa hanya mengetahui ia belum bertauhid.”

Jadi beginilah yang dapat difahami dari Wahdat al-Wujud. Permasalahan Tanzih dan Tasybih akan lebih menjelaskan konsep Wahdat Wujud.


Al-Hirah (Ketakjuban, Kebingungan, Laut Tanpa Pantai, Anggur Keabadian)

AL-Hirah merupakan ketakjuban dan puncak dari pengenalan akan Allah yang dalam hal ini Ibn Arabi menjelaskan:

“Uluhiyyat (ketuhanan) dapat dikatakan karena ia merupakan tawajjuh (kehendak) Zat untuk mewujudkan semua hal yang mungkin, adapun Zat tidaklah dapat dikatakan namaun disaksikan.”

Hal ini mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut:

Zat Allah Esa dan Tunggal adanya namun tidaksatu makhlukpun dapat mengetahui hakikat Zat tersebut serta segala potensi yang ada pada Zat Allah. Penyaksian akan ZatNya bisa terjadi pada orang tertentu dan penyaksian itu bukanlah meluputi akan keadaan ZatNya. Ol;eh sebab itu tidak bisa dikatakan karena segalanya luluh dan fana ketika penyaksian itu terjadi. Sedangkan Uluhiyat bisa dikatakan karena Ia berhubungan dengan segala yang mungkin. Dalam al-Quran Allah berfirman:

Wayuhazzirukumullahu nafsah

Artinya: Allah melarang kamu untuk berpikir tentang diri (Zat)Nya. Ali Imran 28.

Pada ayat yang lain, Allah berfirman:

Wamaa qadarullahu haqqa qadrih

Artinya: dan mereka tidak mampu memperkirakan Allah dengan sebenar-benar perkiraan, Al-An’am 91.

Di samping itu Kalimat Allah atau seala yang mewujud karenaNya atau segala yang berasal dariNya tidak terhingga atau tidak terbats, oleh sebab itu tidak ada bats dalam mengenal Allah Swt. Jadi yang diketahui hanya keesaanNya sedang kuasaNya tanpa batas.

Ibn Arabi menjelaskan dalam tafsirnya mengenai ayat terakhir daru surat al-Kahfi:

“Katakanlah jika lautan huyuli (asal keberadaan alam semesta) yang menerima berbagi macam gambar yang mewuudkan segala ilmu Allah dijadikan sebagai tinta untuk menuliskan segala makna dan hakikat dan roh yang ada pada ZatNya maka air lautan akan habis sebelum habisnya kalimat Allah, karena ia tidak terhingga adanya. Tidak mungkin satu yang terbatas bisa mengibaratkan Yang Tidak Terbatas.”

Jika dikaitkan dengan dua aspek yaitu tanzih dan tasybih, maka aspek tanzihNya adalah ketidak terbatasan Zat Allah atau Maha SuciNya Ia dari segala ikatan dan keterbatasan. Sedang aspek tasybihNya adalah kalimatNya atau fenomena segala alam ini yang mewujud denganNya. Alam ini sendiri juga tidak terbatas, sebagaimana kalimat Allah tidak terbatas. Jadi puncak pengenalan akan Allah adalah ketidak mampuan untuk mengenalNya dan ketakjban akan keMaha BesaranNya. Sebagaimana Nabi bersabda:

Allahumma la nuhshi tsanaan ‘alaika anta kama atsnaita ‘ala nafsika

Artinya: “Ya Tuhan kami kami tidak mampu menghumpun pujian kepadaMua sebagaimana Engakau memuji diriMu Sendiri.”

Abu Bakar berkata: “ketidak sanggupan untuk mengenal Allah adalah pengenalan. Oleh sebab itu Abu Talib al-Makki berkata: “tidak mengenal Allah selain Allah.” Nabi Saw juga pernah bersabda: “Rabbi zidni fika tahayyuran” yang artinya : “Wahai Tuhanku tambakanlah kepadaku keta’juban.” Hal ini dita’wilkan oleh Ib Arabi sebagai kesinambunan takalliyat Allah kepada Nabi Saw. Kesinambungan tajalliyat adalah bertambahnya senantiasa ilmu pengenalan akan Allah dan itu tentunya tiada batas.

Nabi Muhammad Saw merupakan jalan petunjuk kepada ketakjubanyang membaw panji pujian kelak dihari kiamat. Beliaulah hamba yang paling mengenal Allah. Oleh sebab itu seorang tidak akan mampau mengenal Allah kecuali melalui jalan atau cermin Muhammad Saw. Ibn Arabi menjelaskan dalam kitab fusus al-Hikam:

“Allah berfirman: “sesungguhnya sahabatmu tidaklah sesat dan salah: an-an’am 2, atau Ia tidak takut dalam keheranannya karena Ia mengetahi bahwa puncak dalam pengenalan akan Allah adalah hirah (ketakjuban). Maka barang siapa yang sampai dalam keadaan ini maka ia telah beroleh petunjuk dan dia adalah yang menunjuki dan menjelaskan dalam penetapan ketakjuban.”

Ibn Arabi menyebutkan: “ Yang Haq adalah lautan dasarnya adalah azali pantainya adalah abadi.” Inilah lautan yang tiada tepi, ia melantunkan syair dalam ketakjuban:

* Aku terkesima pada Samudera dantap pantai dan Pantai tanpa samudera

* Pada Cahaya pagi tanpa kegelapan dan Malam tanpa fajar

* Pada dunia tanpa tempat yang diketahui oleh pagan dan pendeta

* Pada kubah biri langit, menjulang tinggi dan berputar

* Kemahakuasaan adalah pusatNya dan pada bumi yang subur tanpa kubah dan tempat, tersembunyi rahasia.


Tasybih dan Tanzih

Permasalahan Tasybi dan Tanzi juga merupakan polemik dari daulu ingga sekarang. Dalam al ini Ibn Arabi berpendapat bahwa dalam mengenal Allah manusia harus melihat TanzihNya (Kesecuian Allah dari segala sifat yang baharu) pada TasybihNya (KeserupaanNya dengan yang baharu) dan tasybihNya pada tanzihNya. Artinya untuk mengenal Allah harus menggabungkan dua aspek tadi sekaligus. Ibn Arabi sering mengutip perkataan Abu Sa’id Al-Kharraj: “ Aku mengenal Allah dengan menggabungkan dua hal yang bertentangan.” Menurutnya apabila seorang menganal Allah hanya dengan aspek tanzih berarti dia telah membatasi kemutlakanNya. Karena tanzih berarti menafikan segala sifat bagi Allah sperti yang dilakukan ole kalangan Mu’tazila yang melucuti Tuhan dari segala sifat, hingga Allah menjadi suatu yang tak bisa dikenal dan dijangkau. Al ini mengakibatkan terputusnya hubungan Tuhan dengan manusia. Kemudian jika hanya mengenal Allah dalam aspek tasybih saja seperti yang dilakukan kalangan al_mujassimah maka mengakibatkan keserupaan Tuhan dengan yang baharu.

Dalam kitab Fusus al-Hikam Ia mengatakan:

“Pensucian dari orang yang mensucikan merupakan pembatasan bagi yang disucikan, karena ia telah mengistimewakan Allah dan memisahkanNya dari sesuatu yang menyerupai, jadi pensucianNya dari suatu sifat yang wajib merupakan keterikatan dan keterbatasan, maka tidak ada di sana kecualai Yang terikat dan Maha Tinggi dengan kemutlakanNya dan ketidak terbatasanNya.”

‘Abd al_raziq al-Qasyani menjelaskan mengenai hal ini bahwa tanzih berarti mengistimewakan Allah dari segala yang baharu yang sifatnya materi dan dari segala yang tidak pantas baginya pensucian dari sigat materi, hal ini berarti bahawa setiap seuatu yang berbeda dari yang lain maka ia tentu memiliki sigat yang bertentangan dari yang lain tersebut. Dengan begitu ia menjadi teriakt denagn suatu sifat dan erbatas dengan satu batasan. Jadi tanzih tersebut merupakan pembatasan. Lebih jelasnya, bahwa yang mensucikan telah mensucikan Allah dari sifat materi dan menyamakanNya dengan sifat rohani yang suci. Dengan begitu ia telah mensucikan Allah dari keterbatasan namun dengan sendirinya ia telah membatasNya dengan kemutlakan, sedang Allah Maha Suci dari ikatan keterbatasan dan kemutlakan, akan tetapi Ia Maha Mutlaq tidak terikat oleh tanzih maupun tasybih juga tidak menafikan keduanya. Ibn Arabi juga menjelaskan:

“Tidak ada yang serupa denganNya” potongan ayat ini mengisyaratkan tanzih, dan “Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” potongan ayat ini mengisyaratkan tasybih.

Abd Karim al-Jily menerangkan mengenai hal ini sebagai berikut:

“Yang mensucikan mengosongkan Tuhan dari segala sifat sehingga dia menghilangkan kuasa Tuhan, yang menyerupakan Tuhan menghiasaiNya dengan sifat yang tak pantas aritnya memakaikan Tuhan dengan sifat selainNya (Mujassimah) sedang yang berada di antara keduanya (tidak mengosongkan dan tidak memakaikan) artinya seorang yang ‘arif yang beada antara tasybih dan tanzih tidak menanggalkan apa yang pantas bagi Allah dan menyifatiNya dengan pakaian atau sifat yang tidak pantas bagiNya. Bahkan ia berkata Allah adalah Yang Lahir dan Yang Batin atau ia menyifati Allah dengan Lahir dan Batin. Aspek Batin merupakan hukum kesempurnaan bagiNya sedang aspek Lahir merupakan nyatanya Ia dalam segala yang ada.”

Ibn Arabi menjelaskan dalam sebuah syair:

* jika engkau mengatakan dengan tanzih maka engakau membuatNya terikat

* jika engkau mengatakan dengan tasybih engkau membuatNya terbatas

* jika engakau katana dengan dua hal tadi maka engkau benar

* engkau menjadi imam dalam ma’rifat dan menjadi penghulu.


Penafsiran Ibn Arabi tentang tanzih dan tasybih sesuai dengan doktrin ontologisnya tentang wahdatulwujud, yang bertumpu pada perumusan ambiguous:

“Dia dan bukan Dia” (huwa la huwa) sebagai jawaban atas persoalan apakah alam identik dengan Tuhan. Dalam perumusanini terkadnung dua bagian jawaban:

bagian positif, yaitu ‘Dia’ dan bagian negatif, yaitu ‘bukan Dia’.

Bagian pertama menyatakan bahwa alam identik dengan Tuhan. Bagian terakhir menegaskan aspek tanzih Tuhan. Dapat pula dikatakan bahwa penafsiran Ibn Arabi tentang tanzih dan tasybih sejalan denagn prinsip memadukan segala hal yang bertentangan. Misalnya antara Yang Satu dan yang banyak, Yang Lahir dan Yang Batin. Oleh sebab itu dinaytakan Hakikat Muhammad lah yang menghimpun antar aspek tanzih dan tasybih antara Qran dan Furqan antara Jama’ dan Tafsil.

Ada ungkapan-ungkapan kaum sufi yang mengisyaratkan tasybih yang dikenal dengan syatahat seperti ungkapan Biyazid: “Maha Suci Aku betapa Agung keadaanKu.” Begitu juga imam Junaid: “Tidak ada dalam jubah ini selain Allah.” Al-Hallaj juga berkata: “Ana al-Haq.” Abu Bakar as-Syibli berkata: “Aku adalah titik dibawah Ba.” Perkatan ini semua mengandung tasybih al-Haq dengan yang baharu. Ada sebagian kaum yang mengkafifkan orang yang berkata demikian dan ada yang menta’wilkan. Kaum sufi berkata demikian dalam keadaan iluminasi dan menyaksikan Wajah Yang Satu hingga mereka menyatakan ungkapan syatahat (ungkapanyang janggal dalam keadaan fana). Sedangkan Fir’aun mengatakannya dalam kesadaran penuh akan keberadaan nafsunya dan keberadaan dirinya sebagi Tuhan dan tidak mengaku adanya Allah.

Ini semua berkaitan dengan ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat. Sepanjang sejarah pembicaraan ini taidak pernah habisnya, karena kasus Keesaan Tuhan terus bergulir. Ulama salaf mengimani ayat mutasyabihat dalam batasan tdiak menta’wilkan sebagaimana ungkapan Imam Malik: “Istiwa’ itu diketahui artinya, kaifiyyahnya tidak diketahui,beriman dengannya wajib, bertanya mengenainya bid’ah.” Ulama khalaf menta’wilkannya, ada yang menta’wilkannya dengan berkuasa dan mengatur. Sedang kaum Mu’tazilah mensucikan Tuhandari segala sifat apa lagi sifat yang bahari dengan alsan jika sifat itu qadim maka akan banyaklah yang qadim. Kaum mujassimah menyamakanNya dengan yang baharu dan seterusnya.

Berkaitan dengan muhkamat dan mutasyabihat ini dijelaskan dalam al-Quran surat Ali-Imran ayat 7:

Huwal lazi anzala…..

Artinya: Dialah yang menurunkan al-Quran kepadamu diantaranya ada yang muhkamat itulah ummul kitab (induk kiab) dan yang lainnya mutasyabihat.”

Jadi ayat yang muhkamat mewakili aspek tanzih sedang yang mutasyabihat mewakili aspek tasybih. Mengenai ayat ini Ibn Arabi menafsirkan ayat muhkamat adalah yang mengandung makna yang satu yang merupakan asal kitab dan tidak dimasuki penyerupaan dengan yang baharu, sedang yang lain mutasyabihat. Mutasyabihat ini yang mungkin memiliki dua makna atau lebih atas samr di situ antara yang haq dan yang batil, hal ini dikarenakan bahwa Allah memiliki Wajah Yang Esa dan Kekal setelah fananya makhluk yang tidak mengandung pluralitas dan keterbilangan disamping itu Allah juga memiliki wajah-wajah yang banyak sesuai dengan cermin-cermin penampakanNya berdasarkan potensi penampakanNya dan seluruhnya bersumber dari Wajah Yang Satu tadi. Pada wajah yang banyak inilah samar antara Haq dan yang batil maka turunlah ayat al-Quran agar ayat-ayat mutasyabihat diletakkan pada wajah-wajah yang sesuai dengan potensinya hingga setiap sesuatu berkaitan dengan yang lain sesuai dengan kesiapannya. Maka dari sinilah timbul ujian dan cobaan. Adapun orang ‘arif yang muhaqqa yang mengenal Wajah Yang Kekal dalam berbagai gambaran dan bentuk mengenal wajah tersebut dari wajah-wajah yang mustasyabihat maka ia mengembalikannya kepada muhkamat melaksanakan perkataan penyari:

“Sungguh Wajah hanyalah Saturda

Namun jika engkau perbanyak cermin Ia menjadi terbilang.”

Adapun orang yang terhijab (atau orang yang bengkok hatinya) dari kebenaran maka dia akam mengikuti yang mutasyabihat karena ia terhijab dari Yang Satu oleh yang banyak dan memilih keyakinan sesuai dengan seleranya untuk menyebarkan fitnah.

Jalan untuk mengenal yang muhkamat dan mutasyabihat adalah lewat cermin Muhammad Saw mengikuti ajarannya dengan memasrahkan pengetahun mengenai hal tersebut kepada Allah agar Allah membukakan kepad akita dan mengenalkan diriNya kepada kita. Hal ini yang dijelaskan oleh Ibn Arabi dalam kitabya Fusus al-Hikam dalam Fas Nuh As:

“Ketahuilah bahwa Allah menuntut dari hambanya untuk mengenalNya sebagaimana yang telah diterangkan oleh Lisan segala syariat dalam menyifatiNya, maka akal tidaklah boleh melampauiNya sebelum datangnya syariat, ilmu mengenaiNya pensucian dari sifat-sifat baharu, jadi seorang ‘arif adalah orang yang memiliki dua pengenalan tentang Allah: pengenalan sebelum datangnya syariat dan pengenalan yang ia peroleh dari syara’, akan tetapi syaratnya hendaklah ia menyerahkan ilmu tersebut kepada Allah, jika Allah menyingkapkan baginya tentang ilmu itu maka hal itu merupakan anugrah dari pintu pemberian Zat Allah.”

Kesimpulannya Allah Mutlak dengan keterbatasanNya dan Terbatas dengan kemutlakanNya. Dalam kata lain Allah Mutlak dari segi ZatNya Yang Maha Suci dari seala sifat dan terbatas dalam kemutlakan dengan nama-nama, sifat-sifat, af’al, dan mazahir kauniyah (fenomena-fenomena alam) yang merupakan tajalliyatNya yang tak terhingga. Jadi penampakanNya itu sendiri tidak terbatas, karena kalimatNya tidak pernah habis. Inilah yang disebut sebagai lautan yang tak bertepi.Dialah Yang Maha Esa dalam banyak rupa dan rupa yang banyak adalah pada hakikatnya wajah-wajah dari Zat Yang Esa. Yang banyak adalah tiada dan yang ada hanya Zat yang Esa. Dialah jami’ atau penghimpun segalanya dan fariq yang membedakan segalanya dalam berbagai rupa. Aspek JamalNya (keindahan) mewakili tasybih dan aspek JalalNya (keagungan) mewakili tanzih keduanya mewujudkan Kamal (kesempurnaan) bagi ZatNya. Namun keseluruhannya itu menunjukkan kemutlakan yang tak terhingga.

Di atas semua itu pengenalan akan Allah adalah ketidak tahuan. Kelemahan untuk mengenalNya adalah pengenalan. Mengutip perkataan Abu Talib al-Makki: “Tiada ada yang mampu mengenal, “tidak ada yagn setata denganNya dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat” kecuali “Tidak ada yang setara denganNya dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat”.

Directions:
Diperoleh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pemahaman_Sufisme_Ibn_Arabi